Misteri “Hilangnya” Combine Harvester Dusun Mojosari Desa Megaluh : Bantuan Negara Diduga Jadi Ladang Bisnis

JOMBANGTERKINI.COM JOMBANG – Aroma tak sedap tercium dari proyek bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) di Kabupaten Jombang. Sebuah mesin pemanen padi (combine harvester) yang seharusnya menjadi pendongkrak kesejahteraan petani di Dusun Mojosari, Desa Sumbersari, Megaluh kini raib bak ditelan bumi.

​Ironisnya, alat bernilai ratusan juta rupiah tersebut dilaporkan telah berpindah tangan dan diduga kuat menjadi objek transaksi ilegal oleh oknum tertentu.

​Hibah yang “Terjual” Seharga Ratusan Juta?

​Alih-alih membantu kerja petani di sawah, bantuan yang bersumber dari uang rakyat ini diduga telah “ditebus” oleh pihak luar. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa alat tersebut kini berada di tangan pihak yang tidak berhak setelah melalui mekanisme transaksi bawah tangan.

​Kondisi ini memicu kemarahan publik, mengingat bantuan tersebut bersifat hibah spesifik yang tidak boleh diperjualbelikan atau dialihkan fungsinya.

​Kadis Pertanian Jombang: “Wajib Balik, Tanpa Syarat!”

​Kepala Dinas Pertanian (Kadisperta) Kabupaten Jombang, Roni, memberikan respons keras terkait karut-marut ini. Ia menegaskan bahwa alat tersebut merupakan hibah aspirasi (Jasmas) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

​”Itu hibah jasmas Provinsi Jatim. Tim dari Dinas Provinsi dan Disperta sudah turun ke lapangan. Intinya, combine harvester tersebut harus dikembalikan kepada kelompok tani (Poktan) penerima sesuai proposal. Tanpa syarat!” tegas Roni melalui pesan singkat.

​Meski perintah pengembalian sudah keluar, kenyataan di lapangan berkata lain. Hingga detik ini, mesin pemanen tersebut masih dikuasai oleh pihak “pembeli” dan belum tampak tanda-tanda akan dipulangkan ke tangan petani Sumbersari.

​Lemahnya Pengawasan dan Potensi Ranah Pidana

​Kasus ini menyisakan lubang besar dalam sistem pengawasan aset negara. Publik kini mempertanyakan sejauh mana ketegasan pemerintah dalam menindak oknum yang berani “menguangkan” bantuan negara.

​Ada beberapa poin krusial yang hingga kini masih gelap:

​Siapa aktor intelektual di balik pengalihan alat tersebut?

​Ke mana aliran dana hasil “tebusan” ratusan juta tersebut mengalir?

​Mengapa belum ada tindakan hukum nyata meski penyimpangan sudah terang benderang?

​Jika hanya berakhir dengan imbauan atau sekadar “diingatkan”, kasus ini dikhawatirkan akan menciptakan preseden buruk bahwa aset negara boleh dipermainkan tanpa konsekuensi hukum.

​Menanti Nyali Pemerintah

​Masyarakat kini menunggu apakah pemerintah berani mengambil langkah hukum tegas atau justru terjebak dalam retorika administratif. Secara hukum, pengalihan aset hibah negara tanpa prosedur resmi dapat dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan penggelapan aset negara.

​Kini pilihannya hanya dua: Kembalikan alat ke petani, atau biarkan aparat penegak hukum yang bekerja.(Red/Dar)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *